Pengantar Politik Islam




Pengantar Politik Islam Posted by: hendra on Saturday, May 03, 2003 - 09:30

Hudzaifah Trisakti - Islam pada dasarnya adalah Siyasatullah fil Ardh. Maksudnya, dengan Islam inilah Allah mengatur semesta alam, yang didelegasikan kepada manusia. Islam itu secara substantif bersifat politis. Konteks pemberian amanah kepada manusia yang dimaksud di atas adalah Istikhlaf sebagai konsep politik. Istikhlaf berarti "menjadikan khalifah untuk mewakili dan melaksanakan tugas yang diwakilkan kepadanya."

Untuk lebih memahaminya, perlu kita ingat kembali bahwa Allah memberikan manusia dua amanah:

1. Ubudiyah, yaitu untuk beribadah, penghambaan kepada Allah.
2. Amanah Kekhalifahan, hal ini lebih dekat kepada otoritas untuk mengendalikan kehidupan (di atas bumi).

Allah SWT berfirman, "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, ..." (QS. An Nur: 55)

Dengan demikian, Islam secara substantif adalah siyasah, yaitu menghendaki agar ummat menjalankan kepemimpinan politik.

Salah satu tujuan Islam adalah bagaimana agar bisa menerapkan kehidupan secara Islami dan agar sampai tidak ada lagi fitnah di muka bumi. Untuk itu perlu dilakukan suatu tindakan untuk merubah situasi saat yang masih jauh dari harapan ini agar mencapai tujuan di atas. Ada dua pendekatan dalam agenda perubahan tersebut (secara berurut):

1. Pendekatan secara kultural. Tersirat dalam firman Allah SWT pada Surat Al Jumuah ayat 2, "Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata."

2. Pendekatan secara struktural. Pendekatan inilah yang lebih bersifat siyasi. Jadi, ketika telah terbentuk masyarakat yang Islami secara kultural, maka dibutuhkanlah pemerintahan yang Islami. Contohnya dalam peristiwa Piagam Madinah. Ketika itu masyarakat Madinah sudah terkondisikan sebagai masyarakat yang Islami secara kultural.

Kedua pendekatan di atas tidak dapat dipilah-pilahkan satu sama lain. Tidak ada dikotomi antara kedua-duanya. Kedua hal di atas hanyalah terkait pada tahapan perubahan saja. Jadi, sebenarnya tidak ada istilah Islam kultural, dan Islam Politik. Islam itu adalah menyeluruh.

Dalam sejarah, Usman Bin Affan pernah berkata kurang lebih, "Apabila ada suatu masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan Al Qur�an, maka (selesaikan) dengan pedang." Bisa kita ambil ibrohnya, yaitu apabila sulit diselesaikan secara kultural, maka gunakanlah struktural.

Yang perlu kita jadikan pegangan di sini adalah bahwa eksistensi Islam sebagai sebuah kekuatan akan timbul ketika Islam tampil secara politis. Karena kitalah ummat terbaik, sebagaimana yang Allah firmankan dalam ayat, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah..." (QS. Ali Imran: 110).

Di dalam sejarah, ketika terjadi peristiwa keruntuhan Kekhalifahan Islam, ada upaya-upaya untuk meruntuhkan Islam secara politis dan juga secara kultural. Salah satu contoh upaya meruntuhkan Islam secara politis adalah dengan cara dihapuskannya lembaga kekhalifahan pada waktu itu oleh para musuh-musuh Islam. Sedangkan contoh upaya meruntuhkan Islam secara kultural adalah seperti digantinya adzan di sana dengan bahasa Turki, pemakaian hijab untuk muslimah dihambat dan diganti dengan pakaian ala Barat, masjid-masjid serta madrasah ditutup, dan sebagainya.

Dan kini sudah ada upaya-upaya yang dilakukan oleh para ulama Islam untuk mengembalikan konsepsi Islam secara utuh (kultural dan politik). Sudah banyak buku-buku yang membahas mengenai hal ini, salah satunya adalah Siyasa Syar�iah karya Ibnu Taimiyah (tentang konsepsi politik dalam Islam). Dan saat ini telah muncul berbagai harokah (pergerakan) Islamiyah yang meneruskan pada harokah-harokah sebelumnya yang mengacu pada Islam yang menyeluruh. Tokoh-tokoh yang muncul antara lain dalah Fahmi Huwaidy dan Yusuf Qardhawi. Mereka ingin membagun kembali wa�yu siyasi yang benar. Karena salah satu penyebab mundurnya Islam adalah salahnya pemahaman ummat terhadap politik. Contoh pemahaman yang salah misalnya bahwa politik itu kotor, Islam tidak boleh berpolitik, dan lain-lain. Kita bisa lihat contoh riil di Indonesia, mayoritas penduduknya beragama Islam tetapi sebagian besar muslimnya masih menyalurkan aspirasi mereka ke partai politik sekuler.

Upaya-upaya yang perlu kita lakukan saat ini antara lain adalah:

1. Upayakan agar kita bisa mengasung tema-tema Islam dengan wacana-wacana kontemporer / barat (misalnya : HAM, demokrasi, trias politika). Terkait dalam hal ini sempat timbul wacana: HAM dalam Islam, demokrasi dalam koridor Islam, dll. Namun hal ini masih pro dan kontra. Ada golongan yang pro dan ada yang kontra.

2. Upayakan agar mereka (ikhwah yang ada di parlemen) bisa berjuang untuk mendapatkan akses-akses politik, untuk bisa melakukan perbaikan sistem politik (islah siyasi)

Saat ini belum ada model umum sistem politik Islam. Tapi di beberapa negara, sudah ada partai politik yang berangkat dari harokah Islamiyah, termasuk Indonesia. (hdn, 3/5/2003)

Share this article :
 

+ komentar + 2 komentar

22 April 2019 pukul 20.22

bagus nih kontennya. Terimakasih

25 April 2019 pukul 02.41

kontennya bagus
wichem

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Blogspot Tutorial - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger